Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengawetan, seperti: menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih (Rusiman, 2008). Di Indonesia, pengolahan ikan secara tradisional dilakukan oleh para nelayan dan keluarganya di sepanjang pantai tempat pendaratan ikan.
Kegiatan ini dilakukan menggunakan metode pengolahan yang telah diwariskan secara turun temurun. Produk ikan olahan tradisonal mempunyai sebaran distribusi yang luas karena pada umumnya produk relatif stabil walaupun pengawetan dan pengemasannya sangat sederhana. Menurut Nitibaskara (1988), ciri-ciri khas pengolahan ikan tradisional adalah sebagai berikut:
a. Mutu bahan mentah sangat bervariasi. Bahan mentah untuk pengolahan ikan tradisional adalah ikan-ikan yang sangat beragam komposisi kimia, kondisi fisik, dan bakteriologisnya sehingga tingkat kesegarannya pun beragam.
b. Proses dan kondisi lingkungan sulit dikontrol.
c. Bahan pembantu sangat bervariasi.
d. Titik akhir proses tidak pasti.
Sedangkan sifat produk akhir pengolahan tradisional adalah sebagai berikut:
a. Perubahan-perubahan pada produk tidak terkontrol. Setelah proses pengolahan selesai maka proses enzimatis, kimiawi, dan biologis agak terhambat, tetapi bisa berlangsung kembali beberapa saat kemudian.
b. Produk tidak dapat terlindung dengan baik. Kondisi produk akhir biasanya tergantung pada kondisi lingkungan sekitar.
c. Bentuk dan mutu produk secara organoleptik baik penampilan, warna, tekstur, dan cita rasa sangat bervariasi.
Penggaraman
Penggaraman merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam (NaCl). Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam tubuh ikan dan dalam tubuh bakteri sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang lagi.
Istilah penggaraman juga sering disebut pengasinan. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan tunggal, tetapi masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Proses lanjutan ini akan menghasilkan tiga macam produk ikan asin yang berbeda, yaitu: ikan asin basah, ikan asin kering dan ikan asin rebus (ikan pindang).
Metode pengawetan dengan garam merupakan metode yang paling sederhana dan banyak dilakukan oleh pengolah ikan. Hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan penggaraman. Hal ini menyebabkan produk ikan asin merupakan produk yang mudah dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa metode penggaraman merupakan metode pengawetan ikan yang banyak dilakukan, antara lain:
a. Teknik penggaraman merupakan teknik yang sederhana dan dapat dilakukan oleh semua orang.
b. Teknik penggaraman merupakan teknik yang murah dilihat dari segi biaya produksi.
c. Hasil olahan penggaraman yang dikombinasikan dengan pengeringan mempunyai daya awet/daya tahan yang lama dan tidak memerlukan perlakuan khusus sehingga pemasarannya sangat luas.
d. Produk ikan asin harganya murah sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.