" /> Perilaku Pembelian Kompleks - TN Blogs
Home > Memahami Pasar > Perilaku Pembelian Kompleks

Perilaku Pembelian Kompleks

Konsumen berada dalam perilaku pembelian yang kompleks  ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan mempunyai  persepsi yang signifikan mengenai perbedaan di antara merek.  Konsumen mungkin akan terlibat secara mendalam ketika produk itu  mahal, beresiko, jarang dibeli dan menunjukkan ekspresi diri.

Umumnya, konsumen harus mempelajari banyak hal mengenai  kategori produk tersebut. Misalnya, pembeli komputer mungkin tidak  mengetahui atribut apa yang harus dipertimbangkan. Banyak fitur  produk yang tidak memiliki arti seperti: “Chip Pentium Pro”, “VGA  dengan resolusi super”, atau “mega RAM”.

Pembeli produk tersebut akan melalui proses pembelajaran,  pertama mengembangkan keyakinan mengenal produk, kemudian  sikap, dan kemudian melakukan pilihan pembelian dengan penuh  pertimbangan. Pemasar produk-produk dengan tingkat keterlibatan  tinggi harus memahami perilaku konsumen dalam pemilihan informasi  dan evaluasi.

Mereka perlu membantu pembeli untuk mempelajari  atribut-atribut kelas produk dan tingkat kepentingannya serta apa yang  ditawarkan oleh merek itu dalam memberikan nilai pada atribut yang  penting. Pemasar perlu mempelajari cara membedakan fitur-fitur  mereknya, dan mendeskripsikan manfaat mereknya dengan  menggunakan media cetak dengan teks yang panjang. Mereka harus  memotivasi pramuniaga dan kenalan untuk mempengaruhi pemilihan  merek akhir.

Perilaku Pembelian Pengurangan Disonasi
Perilaku pembelian pengurangan disonasi terjadi ketika  konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi dengan pembelian yang  mahal, tidak sering atau beresiko, namun melihat sedikit perbedaan  antar merek. Contoh, konsumen yang membeli karpet, mempuny ai  keterlibatan yang tinggi karena mahalnya dan arena ekspresi diri. Akan  tetapi, pembeli mungkin menganggap kebanyakan merek karpet dalam  kisaran harga yang sama mempunyai kualitas yang sama.

Dalam  kasus itu, karena persepsi mengenai perbadaan merek tidak terlalu  besar, pembeli mungkin berkeliling berbagai toko untuk melihat barang  apa saja yang tersedia, namun membeli secara relatif cepat. Pembeli  mungkin akan menanggapi itu pada harga yang lebih baik atau kepada  kemudahan pembelian.

Setelah pembelian, konsumen akan mengalami disonasi  setelah pembelian (post purchase dissonance ) ketika mereka  menyadari kekurangan tertentu dari karpet yang telah dibeli atau  mendengar hal yang lebih baik dari merek yang tidak dibelinya. Untuk  mengatasi disonasi tersebut, komunikasi pasca penjualan dari pemasar  sebaiknya memberikan bukti dan dukungan kepada konsumen agar  merasa tepat dan merasa nyaman dengan pilihan merek yang telah  dilakukannya.

Perilaku Pembelian Kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi dalam kondisi di mana konsumen mempunyai keterlibatan rendah dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar merek. Contoh, garam. Konsumen mempunyai keterlibatan yang rendah dalam kategori produk itu- mereka hanya pergi ke toko kemudian mengambil satu merek.

Jika mencari merek yang sama, itu hanya karena kebiasaan bukan karenakesetiaan terhadap merek tertentu. Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah terhadap produk yang harganya rendah dan yang secara teratur dikonsumsi.

Dalam kasus tersebut, perilaku pembelian konsumen tidak melalui jalur keyakinan-sikap-perilaku yang biasa. Konsumen tidak mencari secara luas informasi merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan memutuskan secara serius merek apa yang akan dibeli. Mereka secara pasif menerima informasi pada saat melihat televisi atau membaca majalah.

Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan terhadap suatu merek (brand familiarity) bukannya keyakinan merek (brand convicition). Konsumen tidak membangun sikap yang kuat terhadap sebuah merek, mereka memilih merek karena merek itu dikenal.

Karena mereka tidak terlibat secara kuat dengan produk tersebut, konsumen tidak mengevaluasi pilihan setelah pembelian. Oleh karena itu, proses pembelian tersebut melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh perilaku pembelian yang diikuti atau tidak diikuti oleh evaluasi. Karena pembeli tidak terlalu tergantung pada merek tertentu, pemasar produk dengan keterlibatan rendah dan perbedaan antar merek yang sedikit terkadang menggunakan harga dan penjualan promosi untuk mendorong percobaan suatu produk.

Dalam mengiklankan produk dengan mendorong keterlibatan rendah, baunyi iklan harus menekankan hanya pada sedikit hal yang penting tertentu. Symbol dan imajinasi visual merupakan hal yang penting karena hal itu mudah diingat dan diasosiasikan dengan merek. Kampanye iklan harus mengandung pesan pendek yang berulang.

Televisi biasanya lebih efektif dari pada media cetak karena televisi merupakan media dengan keterlibatan rendah yang cocok dengan pembelajaran secara pasif. Perencanaan iklan harus didasarkan pada teori pengkondisian klasik, di mana pembeli belajar mengidentifikasi produk tertentu melalui simbol yang melekat padanya.

Pemasar bisa berusaha mengubah produk keterlibatan rendah menjadi produk keterlibatan produk dengan menghubungkan produk tersebut dengan isu-isu terkait. Procter & Gamble melakukan ketika dia menghubungakn pasta gigi Crest dengan penghindaran gigi berlubang. Atau produk dapat dihubungkan dengan sejumlah kondisi pribadi.

Nestle melakukannya dengan serangkaian iklan untuk kopi Taster’s Choice, setiap iklannya menggunakan episode mirip opera sabun yang berisi tentang dua orang tetangga yang terlibat asmara. Hasil terbaiknya adalah strategi itu dapat menaikkan keterlibatan konsumen dari tingkat rendah menjadi sedang. Akan tetapi, strategi itu cenderung tidak mendorong konsumen ke keterlibatan tinggi.